Penulis: Tim Redaksi
JAKARTA, EDITORIALINDONESI.ID – Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Nurdin Halid menjelaskan pernyataannya perihal keterbukaan Golkar menerima politisi PDIP Ganjar Pranowo. Nurdin menyebut Ganjar bisa menduduki posisi cawapres Airlangga Hartarto di Pemilu 2024.
Dilansir dari Detik.com, Nurdin mengatakan “Ini yang saya katakan, apabila, apabila Ganjar tidak mendapat tempat di rumahnya, maka ada Golkar sebagai rumah baru untuk menjadi pendamping Pak Airlangga Hartarto, karena Golkar secara resmi telah menetapkan, secara final. Jadi Pak Airlangga itu sudah final ditetapkan sebagai calon,” kata saat berbincang dengan Detik.com, Minggu (14/11/2021).
Selain itu patut diingat bahwa yang dapat mencalonkan pasangan presiden – wakil presiden hanya partai politik atau koalisi partai politik hasil pemilu 2019 yang mendapat kursi 20 persen di DPR atau 25 persen suara pemilih nasional. Partai yang memenuhi syarat itu hanya PDIP. Partai-partai lain harus koalisi.
Ganjar dan Internal PDI-P
Meskipun Hasto mengatakan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menduga Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurdin Halid putus asa menghadapi Pemilu Presiden 2024.
Komunikasi politik yang dilakukan oleh Nurdin Khalid, menarik dicermati. Karena ajakan Ganjar untuk menjadi wakil dari Airlangga adalah hal yang serius.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai, PDI Perjuangan tengah gusar setelah Partai Golkar membuka pintu untuk mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Pemilihan Presiden 2024.
Dilansir dari Kompas, Adi berpandangan, pernyataan Hasto itu merupakan salah satu upaya PDI-P memagari Ganjar agar tidak menyeberang ke partai lain.
Dalam kontek peluang Ganjar di PDI-P, setidaknya terdapat beberapa alasan yang memberatkan Ganjar diusung penuh PDI-P maju di Pilres 2024.
Pertama, menurut Saiful Munjani (Ilmuan Politik) jika semua partai di Senayan menghendaki agar calon presiden dari partai mereka masing-masing maka sudah muncul beberapa nama yang didorong atau mulai terlihat bekerja untuk jadi calon presiden: Prabowo (Gerindra), Puan Maharani (PDIP), Airlangga Hartarto (Golkar), Muhaimin Iskandar (PKB), dan Agus Harimurti Yudhoyono (Demokrat). Partai-partai lain belum terlihat ketua atau wakil ketuanya yang sudah mulai kerja untuk calon presiden.
Jika skenario petinggi partai yang maju sebagai capres. Maka harapan Ganjar untuk diusung PDI-P harus pupus, karena Puan Maharani belum menunjukan “legowo” kepada kader lain di internal.
Kedua, mengingat hanya PDI-P yang mempunyai 20% suara di DPR, maka skenarionya adalah Puan capres. Ganjar cawapres.
Tetapi alasan kedua sangat berat dilakukan karena, jika diliat dari identitas partai dan pemilih loyal, PDI-P hanya kuat di wilayah pulau Jawa. Memang terdapat wilayah yang diluar Jawa yang basis PDI-Pnya kuat, tetapi jika dibandingan dengan Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi, rasionya sangat kecil.
Artinya apabila dipaksakan, koalisi partai lain justru akan mengeruk keuntungan dengan menarik pemilih di luar basis PDI-P yang sangat banyak.
Selanjutnya, keduanya, Puan dan Ganjar, adalah orang Jawa. Merujuk survei nasional Indikator terbaru, sentimen Jawa dan non Jawa, masuk dalam lima besar sentimen publik.
Jika alasan kedua ini tetap dijalankan, ini sama saja jadi bom waktu bagi PDI-P.
Alasan Ketiga, elektabilitas Puan yang kecil. Dan elektabilitas Ganjar yang tinggi. Apabila PDI-P memaksakan Puan untuk maju capres. Serta ada tawaran partai lain terhadap Ganjar. Maka mungkin saja Ganjar adalah kasus kedua, setelah Emil Dardak (wagub Jatim) yang tidak mendapat restu dari internal PDI-P.
Menurut Saiful Mujanj, atas dasar bacaan terhadap elite partai, PDIP sudah hampir dipastikan tidak ke AHY. Nasdem kemungkinan tidak ke Prabowo. PDIP dan Nasdem mungkin tak bersama-sama lagi. Peluang Nasdem berkoalisi dengan AHY, masih dimungkinkan.
Bagaimana dengan Golkar? Golkar bisa bersama dengan Prabowo maupun AHY, tergantung Airlangga mendapat posisi nomor satu atau nomor.
Atau tergantung siapa yang memiliki peluang lebih baik untuk menang, Prabowo atau AHY? Kalau Puan berpasangan dengan Prabowo maka Golkar mungkin tak ke Prabowo karena target jadi cawapres sudah terisi Puan. Bila kans AHY baik, Airlangga bisa bersama AHY. Prabowo-Puan vs AHY-Airlangga? Dilihat dari kursi mereka di DPR, sudah cukup.
Dalam kondisi stok sudah tak ada lagi yang kompetitif dari para ketua partai, jalan keluarnya hanya dua: gabung bersama AHY atau Prabowo, atau cari alternatif di luar petinggi partai.
Dilihat dari sentimen pemilih, ada sejumlah nama di luar ketua partai yang menunjukan gejala dukungan kuat dari rakyat: Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, dan Khofiffah Indra Parawansa. Di antara nama-nama ini, Ganjar unggul cukup jauh, bahkan besar peluangnya untuk mengalahkan semua calon.
Namun kembali lagi kepada Golkar, dilansir dari pikiranrakyat.com, Refly harun mengaktakan bahwa, “jadi kalau menurut saya ini bukan sinyal yang tidak serius, ini sinyal yang serius,” sambungnya.
Dia mengatakan bahwa Partai Golkar memang membutuhkan sosok yang memiliki elektabilitas tinggi untuk diajak.
“Nah sekarang ini yang bisa diajak Golkar itu, justru Golkar yang paling fleksibel,” ucapnya.
Pendapat Refly Harun ini relevan dengan fakta bahwa dari segi calon (Airlangga) dan Partai, Golkar diposisi yang fleksibel, yang bisa bergabung atau berpasangan dengan siapapun. Tentu dengan pertimbangan yang ideal.
Artinya apabila Ganjar secara personal dan PDI-P terlambat memberikan keputusan terkait capres dan cawapres, maka PDI-P menjadi partai yang merugi. Karena gagal membaca peta politik 2024. Dan apa yang telah diraih PDI-P di 2019, akan sia-sia. Karena 2024 adalah momentum bagi banyak calon dan banyak partai dalam berkontestasi.
Maka dari secara personal Ganjar harus mempertibangkan serius tawaran Golkar untuk maju mendampingi Airlangga Hartarto (AHA). Sebelum banyaknya calon potensial lain yang datang atau di pinang oleh Golkar.
Sebab, momentum bursa calon memiliki tempo yang relatif singkat. Apabila terlambat, peluang Ganjar Pranowo gagal total. Tidak direstui maju dari internal partai. Dan terlambat menerima pinagan partai politik lain.
Demikianlah politik setiap masa ada pemimpinnya. Setiap pemimpin ada masanya.