JAKARTA | EDITORIAL INDONESIA — Pernyataan Presiden Jokowi yang melarang menteri menyuarakan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden belum mengunci adanya kepastian pemilu dan memastikan bahwa jabatan presiden dua periode.
Pernyataan Jokowi itu masih perlu dipastikan dengan tindakan nyata dan langkah konkret di tataran pelaksanaan untuk menciptakan kepastian politik terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 dan jabatan presiden dua periode saja.
Sehingga menutup segala kemungkinan politik untuk manuver amandemen konstitusi.
“Pernyataan Presiden Jokowi belum ‘ase closed clearly dalam urusan penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan presiden”, kata Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo.
Menurutnya, segala kemungkinan politik masih bisa saja terjadi, masih bisa dimainkan oleh aktor selain menteri atau di luar pemerintahan, atau manuver gerakan senyap di lapangan.
Senada dengan itu, Penulis Buku Menjerat Gusdur Virdika Rizky Utama menyebut pernyataan Presiden Jokowi itu dinilai masih belum jelas dan tegas.
“Kalimatnya masih bersayap dan masih memberikan celah untuk para elite melakukan manuver politik,” kata Virdi.
Lebih lanjut, Virdi juga menilai bahwa komunikasi politik yang terjadi di era Jokowi ini terburuk pasca-reformasi. “Dalam konteks penambahan periode masa jabatan ini (presiden) tidak bisa tegas, dalam hal lain juga menterinya acap kali tak sejalan dengan presiden,” cetus Virdi.
Ia melanjutkan, para pebinis atau oligarki yang juga menjadi menteri, di era Jokowi ini merasa bisnisnya mengalami kerugian saat terjadi Covid-19, lalu memanfaatkan situasi ini dengan mengonsolidasikan kekuatan untuk tambah masa jabatan presiden.
Dengan harapan masa jabatan mereka juga bertambah. “Jadi pelaksanaan pemilu harus sesuai konstitusi dan UU serta keinginan publik, yaitu Februari 2024,” tambah Virdi. (Red)