Ali Sarbani & Sekolah Developer : Dulunya Anak Petani, Kini Berbagi Cara Jadi Developer Ratusan Proyek

waktu baca 4 menit
8

Tidak semua orang terlahir di garis start yang sama, tapi ternyata ada orang-orang yang tidak hanya berhasil sampai ke garis finis, melainkan membuka lintasan bagi orang lain untuk ikut berlari. Ali Sarbani adalah salah satunya.
Lelaki asal Kudus ini pernah merasakan pahitnya jatuh bangun kehidupan, dari anak petani yang tak mampu beli rumah hingga kini menjadi salah satu developer properti aktif yang tak hanya membangun hunian, tapi juga membangun impian banyak orang.

Bermula dari Ruang Tamu, Bukan Kantor Developer

Jauh sebelum mengenal istilah ROI atau KPR, Ali kecil duduk di ruang tamu rumahnya, memandangi gambar rumah dan mobil yang menempel di dinding sketsel. Ia tidak tahu saat itu sedang menanam mimpi suatu hari untuk memiliki kekayaan serupa.

Saat ia bilang ingin jadi perawat, sang ayah menjawab, “Kenapa gak pengin punya rumah sakit sekalian?” dorongan ini yang membuat Ali akhirnya berani bermimpi lebih besar. 

Perjalanannya di dunia properti tidak selalu mulus, bahkan separuh usianya ia habiskan untuk bergelut di bidang penjualan barang/jasa saja. Tahun 2007, Ali memutuskan untuk hijrah ke Semarang dan membuka toko HP pertamanya.

10 Tahun Dagang, Tak Mampu Beli Rumah Sendiri

Bisnis toko HP-nya tidak dapat dikatakan buruk. Dari total 3 kios yang ia sewa untuk tokonya, Ali telah berhasil bertahan selama satu dekade. Akan tetapi, meski 10 tahun bergelut di bidang ini, Ali tak kunjung bisa merasakan hasil kerja kerasnya. 

Ali mulai mempertanyakan: apakah ini jalan hidup terbaik? Bisnis mungkin berjalan, tapi rumah pribadi pun belum terbeli. Ia merasa jalan di tempat sebab kehilangan arah atas pintu mana yang harus diketuk berikutnya.

Maka ia menjual seluruh usahanya dan memutuskan hijrah lagi ke Jakarta dengan modal terakhir sebesar Rp65 juta dan secercah harapan. Akan tetapi, hidup tak seperti brosur seminar. Dalam 18 bulan, tabungan habis dan ia pulang ke Semarang dalam kondisi minus. Namun justru di titik terendah itulah, pintu yang ia cari akhirnya terbuka.

Bukan Jalan Pintas, Tapi Jalan yang Jelas

Ali tak pernah menyangka bahwa sebuah “seminar gratis” dapat menjadi langkah pertama yang mengubah hidupnya. Suatu hari, seorang teman menawarinya untuk datang ke sebuah sesi seminar properti. Ali bahkan sempat menolak karena tidak punya uang untuk membayar biaya kelas, tetapi temannya meyakinkan bahwa kesempatan kali itu adalah gratis.

Di sana, Ali pertama kali sadar sebuah pelunag baru dalam bisnis; properti bukan hanya milik orang bermodal besar. Justru karena ia tak punya modal, ia belajar cara yang tak biasa: menawar rumah tanpa uang sepeser pun melalui skema broker propeti.

Dalam pengalamn pertamanya, Ia nekat menawar rumah Rp450 juta dengan penawaran Rp250 juta untuk salah satu klien-nya, dengan kondisi tanpa punya dana cadangan apapun. Setelah negosiasi yang cukup alot selama tiga bulan, rumah itu ia dapatkan seharga Rp275 juta dan berhasil ia jual dengan fee Rp12 juta. 

Memang bukan jumlah yang fantastis, tapi dari situ Ali menemukan bahwa sistem ini mungkin untuk dijalankan sebagai skema bisnis baru.

Jatuh Bukan Musuh, Tapi Mentor Terbaik

Geliat Ali dalam dunia properti semakin kencang ketika akhirnya perlahan ia tidak hanya menjadi broker, tetapi juga mendapatkan kepercayaan untuk memegang proyek-proyek pembangunan. Awalnya, Ali merasa jalannya di bisnis properti begitu lancar dan mudah.

Setelah sukses beberapa tahun dan membangun ratusan rumah, tahun 2014 datang sebagai ujian berat. Lima proyek yang ia kelola seluruhnya gagal dengan total kerugian mencapai dua miliar rupiah. Bahkan, mobil dan rumah pribadi pun dijual.

Ali tahu, ini bukan tentang salah arah, tapi salah strategi. Dari sana, Ali merapikan sistem dan timnya. Ternyata dari proses mengarungi kegagalan ini, yang Ali bangun ulang bukan hanya proyek, tetapi juga filosofi kerjanya: bahwa lebih baik lambat asal stabil, daripada besar tapi rapuh.

Sekolah Developer: Membangun Keberanian, Bukan Sekadar Bisnis

Setelah merasa “diselamatkan” oleh seminar gratis, Ali memilih untuk melakukan hal yang sama untuk orang-orang seperti dirinya di masa sekarang. Sekolah Developer lahir dari niat sederhana: membantu orang lain memulai meski tanpa modal besar.

Hari ini, programnya sudah diikuti ribuan peserta. Banyak dari mereka kini punya proyek sendiri. Bahkan yang tidak punya latar belakang properti pun bisa ikut tumbuh.

Ali percaya bahwa sukses personal tidak ada artinya jika tidak bisa ditularkan. Ia selalu bilang, “Kalau kita sudah tahu caranya keluar dari lubang gelap, masa iya kita biarkan orang lain jatuh ke lubang yang sama?” terangnya dalam dokumenter bersama Sekali Seumur Hidup.

Ali Sarbani bukan sedang berjualan rumah. Ia sedang membangun generasi baru yang berani bermimpi. Dan seperti gambar-gambar di ruang tamu masa kecilnya dulu, ia tahu bahwa semua hal besar harus dimulai dari impian kecil yang terus berusaha diwujudkan.

Karena nyatanya, yang kita bayangkan dengan jujur, akan kita kejar dengan sungguh-sungguh. Dan kalau dilakukan bersama, menang tak lagi soal angka, tapi tentang dampak untuk semua.

Artikel ini juga tayang di vritimes

Unggulan

LAINNYA