Upaya Restorasi Ekosistem, 1 Juta Pohon Tertanam Lewat Aksi Kolektif

waktu baca 2 menit
8

Semarang, 13 Mei 2025 — Gerakan kolaboratif yang melibatkan komunitas, individu, dan berbagai mitra brand telah berhasil menghantarkan LindungiHutan pada tonggak penting dalam upaya penghijauan nasional. Hingga awal Mei 2025, sebanyak 1 juta pohon telah ditanam di lebih dari 40 lokasi penghijauan di Indonesia, sebagai bagian dari komitmen bersama memulihkan ekosistem hutan dan pesisir.

Indonesia menghadapi tantangan serius dalam hal kerusakan lingkungan. Data Global Forest Watch (2023) menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 1,45 juta hektar tutupan pohon dalam satu dekade terakhir. Selain itu, sektor penggunaan lahan dan kehutanan masih menyumbang lebih dari 40% emisi gas rumah kaca nasional, menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Penanaman pohon menjadi salah satu solusi yang efektif dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Riset menunjukkan bahwa satu pohon dewasa mampu menyerap rata-rata 22 kg CO₂ per tahun. Dengan total penanaman yang mencapai 1 juta pohon, inisiatif ini diproyeksikan dapat menyerap lebih dari 48,9 ton emisi karbon dioksida dalam jangka panjang, memberikan kontribusi nyata terhadap target net zero emission Indonesia tahun 2060.

Kontribusi penanaman tidak hanya dilakukan oleh masyarakat umum, tetapi juga melibatkan lebih dari 600+ mitra brand, institusi pendidikan, komunitas lokal, hingga pelaku usaha mikro. Pola kolaborasi ini menunjukkan bahwa aksi kolektif lintas sektor dapat menjadi kekuatan utama dalam menjawab krisis iklim dan memperkuat ketahanan lingkungan di tingkat tapak.

Sebaran kegiatan penghijauan mencakup kawasan hutan hujan tropis, daerah tangkapan air, hingga pesisir rentan abrasi, seperti di Mangunharjo (Semarang), Trimulyo, Pesisir Bedono, dan Pantai Bahagia (Bekasi). Di daerah pesisir seperti Mangunharjo, penanaman Rhizophora sp. tidak hanya memperkuat garis pantai, tetapi juga melindungi permukiman dan tambak dari risiko banjir rob yang kian sering terjadi.

“Capaian ini menunjukkan bahwa masyarakat sipil dan sektor swasta memiliki peran penting dalam mendorong aksi iklim. Hutan bukan hanya paru-paru dunia, tetapi juga perlindungan pertama bagi masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim,” ujar Miftachur “Ben” Robani, CEO dan Co-Founder LindungiHutan.

Inisiatif ini sekaligus mendorong partisipasi aktif masyarakat lokal, mulai dari petani bibit, komunitas tanam, hingga kelompok perempuan pesisir, yang mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari aktivitas penanaman. Model ini menunjukkan bahwa konservasi dapat berjalan seiring dengan pemberdayaan sosial dan pembangunan ekonomi lokal.

Ke depan, LindungiHutan menargetkan peningkatan kualitas keberlanjutan dengan fokus pada monitoring pertumbuhan pohon, digitalisasi pelaporan dampak, serta edukasi publik berbasis data. Langkah ini menjadi bagian dari upaya memperkuat tata kelola lingkungan yang lebih inklusif, adaptif, dan berbasis komunitas.

Artikel ini juga tayang di vritimes

Unggulan

LAINNYA