Gus Dur dan Imlek: Membangun Jembatan Antarbudaya di Indonesia

waktu baca 3 menit
97

KOLOM | EDITORIAL INDONESIA — Perayaan Imlek, atau Tahun Baru Cina, merupakan salah satu tradisi yang kaya akan nilai-nilai budaya dan spiritual. Di Indonesia, perayaan ini tidak hanya menjadi momen penting bagi masyarakat Tionghoa, tetapi juga menjadi simbol keberagaman yang diakui dan dirayakan oleh seluruh bangsa. Salah satu tokoh yang memiliki peran krusial dalam mengubah pandangan terhadap perayaan Imlek di Indonesia adalah Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan Gus Dur.

Gus Dur, yang menjabat sebagai Presiden Indonesia ke-4, dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan pluralisme dan toleransi antarumat beragama. Sebelum kepemimpinannya, perayaan Imlek di Indonesia mengalami berbagai pembatasan, terutama selama era Orde Baru. Pada masa itu, masyarakat Tionghoa dilarang merayakan Imlek secara terbuka, dan banyak tradisi serta budaya mereka terpinggirkan. Namun, Gus Dur bertekad untuk mengubah keadaan ini.

Pada tahun 2001, Gus Dur mengeluarkan Keputusan Presiden No. 19 yang mengakui Imlek sebagai hari libur nasional. Keputusan ini tidak hanya mencabut larangan perayaan Imlek, tetapi juga memberikan kebebasan bagi masyarakat Tionghoa untuk merayakannya tanpa rasa takut. Dengan langkah ini, Gus Dur menunjukkan komitmennya terhadap keberagaman dan hak asasi manusia, serta mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menghargai perbedaan.

Gus Dur percaya bahwa keberagaman adalah kekuatan yang harus dirawat dan dijaga. Dalam pandangannya, setiap budaya dan tradisi, termasuk budaya Tionghoa, memiliki nilai yang berharga dan berkontribusi pada identitas bangsa. Dengan mengakui Imlek, Gus Dur tidak hanya merayakan tradisi Tionghoa, tetapi juga menegaskan bahwa Indonesia adalah rumah bagi berbagai suku, agama, dan budaya.

Perayaan Imlek di Indonesia kini telah berkembang menjadi momen yang dinikmati oleh semua kalangan, tidak hanya oleh masyarakat Tionghoa. Festival-festival seperti barongsai, liong, dan pasar malam menjadi bagian dari perayaan yang menarik perhatian banyak orang. Suasana meriah dan inklusif ini menciptakan kesempatan bagi masyarakat untuk saling mengenal dan memahami satu sama lain, memperkuat rasa persatuan di tengah keberagaman.

Dampak dari kebijakan Gus Dur terhadap perayaan Imlek juga terlihat dalam peningkatan interaksi sosial antar komunitas. Masyarakat dari berbagai latar belakang kini saling berpartisipasi dalam perayaan, menjadikan Imlek sebagai momen untuk merayakan persatuan dan saling menghormati. Hal ini mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Warisan Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme dan Bapak Tionghoa Indonesia terus dikenang hingga saat ini. Pemikirannya tentang toleransi dan keberagaman menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk terus memperjuangkan hak-hak minoritas dan menciptakan masyarakat yang harmonis. Dalam konteks ini, Imlek bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga simbol perjuangan untuk kesetaraan dan pengakuan terhadap keberagaman di Indonesia.

Dengan demikian, Imlek, Gus Dur, dan keberagaman Indonesia saling terkait dalam sebuah narasi yang indah. Perayaan ini tidak hanya merayakan tahun baru, tetapi juga merayakan semangat persatuan dan saling menghormati di tengah perbedaan. Gus Dur telah membuka jalan bagi masyarakat Indonesia untuk merayakan keberagaman, menjadikan Imlek sebagai bagian integral dari identitas bangsa yang kaya dan beragam. (*)

Unggulan

LAINNYA