Duet AHY-Airlangga, Nggak Kebalik Tuh?

waktu baca 3 menit
138

Penulis: Tim Redaksi

JAKARTA, EDITORIALINDONESIA – Akun Twitter resmi Partai Demokrat sejak kemarin, Senin (08/11) ramai diserang netizen gara-gara mengunggah foto Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) disertai tulisan “Duel Sengit Prabowo-Puan Vs AHY-Airlangga, Siapa Diunggulkan?” yang diambil dari judul berita wartaekonomi.co.id.

Beberapa netizen menuding Partai Demokrat sedang mimpi bahkan halu karena sudah merasa yakin bisa menjadikan Airlangga Hartarto (AHA) sebagai calon wakil presiden (cawapres) AHY.

Dalam tulisan ini, saya tidak ingin menghujat ke-pede-an Partai Demokrat tersebut. Namun, saya coba menganalisis bagaimana peluang duet keduanya (AHY dan AHA) dan siapa yang layak menjadi calon presiden (capres)?

Tetapi sebelum ke sana, kita anggap saja keduanya berpeluang jadi capres atau cawapres, sehingga diskusinya bisa fokus pada peluang duet keduanya.

Dalam politik segalanya tidak ada yang mustahil, termasuk AHY menjadi capres dan AHA cawapresnya. Namun, dalam politik pun ada hitung-hitungannya. Jadi kita tidak bisa sekonyong-konyong menyebut sosok A layak jadi cawapresnya B.

Elektabilitas

Tak bisa dipungkiri, salah satu yang menentukan seseorang dianggap layak menjadi capres atau tidak harus dilihat dari elektabilitasnya.

Nah, bagaimana perbandingan elektabilitas AHY dan AHA?

Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) dirilis 7 Oktober 2021, mmencatat elektabilitas:

AHY: 4,5 persen
AHA: 0,5 persen

Center for Political Communication Studies (CPCS) yang dirilis 20 Oktober 2021 menempatkan:

AHY: 5,2 persen
AHA: 1,3 persen

Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) yang dirilis 30 Oktober 2021:

AHY: 3,7 persen
AHA: 1,9 persen

Namun, dalam survei yang dilakukan oleh Lab Suara Indonesia (LSI) yang dirilis pada 13 Oktober 2021, justru elektabilitas AHA berada di urutan nomor 1 dengan 12,1 persen. Sementara AHY hanya berada diurutan 10 dengan 3,2 persen suara.

Apa yang bisa dibaca dari hasil survei tersebut? dalam sebulan terakhir elektabilitas AHY jauh lebih unggul ketimbang AHA.

Meski demikian sangat bisa dimaklumi mengapa elektabilitas AHY sekarang menggunguli AHA karena secara popularitas juga lebih tinggi dan pernah maju di Pilkada DKI Jakarta. Sehingga namanya tentu lebih diingat oleh publik. Sementara AHA belum pernah ikut kontetasi politik, di kelas Pilkada sekalipun.

Jadi, apakah dari sisi elektabilitas AHA layak menjadi cawapresnya AHY? Tentu sama sekali belum bisa dijadikan ukuran. Apalagi Airlangga belum bekerja untuk persiapan pencapresannya di Pilpres 2024 nanti. Dia masih fokus bekerja sebagai Menteri Kordinator Bidang Perekonomian.

Bukan hal mustahil pula kalau Airlangga sudah bekerja untuk Pilpres 2024, elektabilitasnya akan jauh melampaui AHY, bahkan bisa mengejar elektabilitas kandidat capres yang saat ini selalu berada di tiga besar yakni Prabowo, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.

Suara Partai

Kalau ada politisi yang menyebut pencapresan bukan hanya soal elektabilitas tentu ada benarnya. Karena ada banyak hal lain yang ikut menentukan. Suara partai di parlemen juga sangat menentukan.

PDI-P misalnya, karena sudah bisa mengusung sendiri tanpa harus koalisi dengan partai apapun maka mereka bisa mengusung siapapun kadernya yang dianggap layak menjadi capres atau cawapres.

Beda halnya dengan Golkar dan Demokrat. Keduanya bagaimana pun harus membangun koalisi dengan partai lain bila ingin mengusung capres-cawapres.

Suara keduanya di parlemen, berdasarkan hasil Pemilu 2019, Golkar berada di atas Demokrat. Partai Golkar berada diurutan ketiga dengan 12,31 persen (85 kursi), sementara Demokrat berada diurutan 7 dengan 7,77 persen (54 kursi).

Dengan perolehan suara di parlemen yang cukup timpang itu, maka Airlangga punya daya tawar yang lebih tinggi ketimbang AHY untuk menjadi capres.

Pengalaman

Satu lagi yang jelas menentukan seseorang layak menjadi capres atau tidak bisa dilihat dari pengalamannya. Antara Airlangga dan AHY memang belum ada yang berpengalaman menjadi kepala daerah atau pemimpin nasional.

Namun, AHA dengan pengalamannya menjadi Anggota DPR RI, menjadi menteri dan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, kemudian jabatan-jabatan strategis lainnya untuk menangani pandemi Covid-19 ini jelas perlu diperhitungkan.

Sedangkan AHY tidak ada pengalaman apapun selain memimpin Partai Demokrat. Itupun baru seumur jagung, beda dengan AHA yang sudah memimpin Golkar dari 2017.

Kesimpulannya, Demokrat masih mau pasang status duet AHY-Airlangga? Nggak kebalik tuh?

Unggulan

LAINNYA