Masih ingat krisis moneter yang memukul Indonesia pada Mei 1998 lalu? Ya, krisis ekonomi yang terjadi ketika itu tak hanya mengguncang perekonomian nasional. Sektor perpolitikan Tanah Air pun ikut bergojak.
Yang paling terasa, krisis ekonomi membuat harga-harga bahan pokok meningkat, kemiskinan naik drastis, pengangguran melonjak efek banyaknya perusahaan gulung tikar, belum lagi banyak bank yang mengalami kredit macet.
Dalam catatan Bank Indonesia (BI), sepanjang tahun 1998 tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 13,7 juta orang.
Kondisi krisis sebenarnya dimulai dari Juli 1997, ketika rupiah melemah ke angka yang cukup tinggi. Memasuki tahun 1998, posisi rupiah terhadap dolar semakin anjlok, merosot hingga 80%.
22 tahun setelahnya, resesi kembali menyerang Indonesia, dilatari pandemi Covid-19 yang juga menghantam sebagian besar negara-negara di dunia. Bayangkan, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 terkontraksi hingga -2,07 %. Catatan terburuk sejak krisis moneter 1998.
Sedari kuartal III-2020, ekonomi Indonesia kian krisis, memasuki jurang resesi. Realisasi perekonomian berada di zona negatif hingga -3,49%, setelah pada kuartal sebelumnya -5,32%.
Jika dibiarkan, atau tim pemulihan ekonomi bentukan pemerintah tak cepat mengambil langkah tepat, masyarakat akan semakin sulit. Ini mengingat dampak resesi juga akan ditambah dampak pandemi.
Dalam catatan National Bureau of Economic Research (NBER), resesi akan membuat angka pengangguran naik, seturut PHK yang semakin meluas. Belum lagi daya beli masyarakat menurun, angka kemiskinan meningkat, hingga instrumen investasi terganggu.
Selama pandemi, ekonomi Indonesia terkontraksi selama empat kuartal berturut-turut, dimulai kuartal II-2020 hingga memasuki kuartal I 2021.
Pada kuartal I-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif 2,97 persen. Akan tetapi, di kuartal kedua menjadi minus 5,32 persen, kuartal III minus 3,45, dan kuartal IV 2020 minus 2,19 persen
Masuk di kuartal I 2021, perekonomian masih merah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia minus 0,74 persen sepanjang periode Januari-Maret 2021.
Beruntung, keputusan Presiden Joko Widodo menempatkan Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto sebagai Menteri Koordinator BIdang Perekonomian, termasuk menjadi panglima dalam strategi pemulihan ekonomi nasional dan penanganan pandemi.
Berkat kerja Airlangga, Indonesia berhasil keluar dari resesi, termasuk meredam dampaknya. Pada Maret 2021, atau sebelum Indonesia keluar dari resesi, catatan BPS tingkat pengangguran hanya menyentuh 2,56 juta. Bayangkan dengan krisis 1998 yang membuat 13,7 juta orang menganggur.
Tangan dingin Airlangga juga membawa perekonomian Indonesia bangkit. Pada kuartal II-2021, Indonesia mampu keluar dari resesi, mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang sangat gemilang. Ini karena ekonomi kita berhasil tumbuh sebesar 7,07%.
“Pertumbuhan ekonomi 7,07 persen adalah capaian yang luar biasa besar dalam proses pemulihan ekonomi nasional, karena ia didorong oleh berbagai aspek, terutama konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,93 persen,” kata Saidiman, seperti dikutip dari Tribun Bisnis.
Jika diperhatikan, keputusan Airlangga yang tak hanya fokus pada sektor perekonomian saja selama menangani pandemi, diistilahkan dengan mendayung di antara dua karang, berhasil memberikan dampak signifikan.
Selain perekonomian yang kembali stabil, kepiawaian Airlangga juga mampu membuat kasus Covid-19 menurun drastis.
“Kebijakan pengetatan berhasil meredam virus meluas, sementara program pemerintah juga membantu. Strategi Airlangga juga berhasil membuat ekonomi tumbuh 7,07% pada kuartal II-2021,” begitu puji Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal, seperti dikutip dari Bisnis.com.